Sabtu, 26 Januari 2013

Pengelolaan Opini dan Gerakan Masyarakat

A. Pengertian
1. Opini
Seperti ilmu sosial lainnya, definisi opini (pendapat) sulit untuk dirumuskan secara lengkap dan utuh. Ada berbagai definisi yang muncul, tergantung dari sisi mana kita melihatnya, Ilmu Komunikasi mendefinisikan opini sebagai pertukaran informasi yang membentuk sikap, menentukan isu dalam masyarakat dan dinyatakan secara terbuka. Opini sebagai komunikasi mengenai soal-soal tertentu yang jika dibawakan dalam bentuk atau cara tertentu kepada orang tertentu akan membawa efek tertentu pula (Bernard Berelson).

2. Opini Publik
Ilmu Psikologi mendefinisikan opini publik sebagai hasil dari sikap sekumpulan orang yang memperlihatkan reaksi yang sama terhadap rangsangan yang sama dari luar (Leonard W. Doob)

Sekalipun untuk keperluan teoritik dikenal adanya tiga pendekatan diatas, dalam prakteknya opini publik tidak bisa dipahami hanya dengan menggunakan satu pendekatan saja. Opini publik hanya terbentuk bila ada informasi yang memadai dan warga masyarakat bereaksi terhadap isu tersebut.

Opini publik memiliki karakteristik sebagai berikut :
1. dibuat berdasarkan fakta, bukan kata-kata
2. dapat merupakan reaksi terhadap masalah tertentu, dan reaksi itu diungkapkan
3. masalah tersebut disepakati untuk dipecahkan
4. dapat dikombinasikan dengan kepentingan pribadi
5. yang menjadi opini publik hanya pendapat dari mayoritas anggota masyarakat
6. opini publik membuka kemungkinan adanya tanggapan
7. partisipasi anggota masyarakat sebatas kepentingan mereka, terutama yang terancam.
8. memungkinkan adanya kontra-opini.

3. Proses Pembentukan Opini Publik
Proses terbentuknya opini publik melalui beberapa tahapan yang menurut Cutlip dan Center ada empat tahap, yaitu :
1. Ada masalah yang perlu dipecahkan sehingga orang mencari alternatif pemecahan.
2. Munculnya beberapa alternatif memungkinkan terjadinya diskusi untuk memilih alternatif
3. Dalam diskusi diambil keputusan yang melahirkan kesadaran kelompok.
4. Untuk melaksanakan keputusan, disusunlah program yang memerlukan dukungan yang lebih luas.

Erikson, Lutberg dan Tedin mengemukakan adanya empat tahap terbentuknya opini publik :
1. Muncul isu yang dirasakan sangat relevan bagi kehidupan orang banyak
2. Isu tersebut relatif baru hingga memunculkan kekaburan standar penilaian atau standar ganda.
3. Ada opinion leaders (tokoh pembentuk opini) yang juga tertarik dengan isu tersebut, seperti politisi atau akademisi
4. Mendapat perhatian pers hingga informasi dan reaksi terhadap isu tersebut diketahui khalayak.

Opini publik sudah terbentuk jika pendapat yang semula dipertentangkan sudah tidak lagi dipersoalkan. Dalam hal ini tidak berarti bahwa opini publik merupakan hasil kesepakatan mutlak atau suara mayoritas setuju, karena kepada para anggota diskusi memang sama sekali tidak dimintakan pernyataan setuju. Opini publik terbentuk jika dalam diskusi tidak ada lagi yang menentang pendapat akhir karena sudah berhasil diyakinkan atau mungkin karena argumentasi untuk menolak sudah habis.
Berdasarkan terbentuknya opini publik, kita mengenal opini publik yang murni. Opini publik murni adalah opini publik yang lahir dari reaksi masyarakat atas suatu masalah (isu). Sedangkan opini publik yang tidak murni dapat berupa :

1. Manipulated Public Opinion, yaitu opini publik yang dimanipulasikan atau dipermainkan dengan cerdik
2. Planned Public Opinion, yaitu opini yang direncanakan
3. Intended Public Opinion, yaitu opini yang dikehendaki
4. Programmed Public Opinion, yaitu opini yang diprogramkan
5. Desired Public Opinion, yaitu opini yang diinginkan

4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Opini Publik
Opini publik dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya :
1. Pendidikan
Pendidikan, baik formal maupun non formal, banyak mempengaruhi dan membentuk persepsi seseorang. Orang berpendidikan cukup, memiliki sikap yang lebih mandiri ketimbang kelompok yang kurang berpendidikan. Yang terakhir cenderung mengikut.
2. Kondisi Sosial
Masyarakat yang terdiri dari kelompok tertutup akan memiliki pendapat yang lebih sempit daripada kelompok masyarakat terbuka. Dalam masyarakat tertutup, komunikasi dengan luar sulit dilakukan.
3. Kondisi Ekonomi
Masyarakat yang kebutuhan minimumnya terpenuhi dan masalah survive bukan lagi merupakan bahaya yang mengancam, adalah masyarakat yang tenang dan demokratis.
4. Ideologi
Ideologi adalah hasil kristalisasi nilai yang ada dalam masyarakat. Ia juga merupakan pemikiran khas suatu kelompok. Karena titik tolaknya adalah kepentingan ego, maka ideologi cenderung mengarah pada egoisme atau kelompokisme.

5. Organisasi
Dalam organisasi orang berinteraksi dengan orang lain dengan berbagai ragam kepentingan. Dalam organisasi orang dapat menyalurkan pendapat dan keinginannya. Karena dalam kelompok ini orang cenderung bersedia menyamakan pendapatnya, maka pendapat umum mudah terbentuk.
6. Media Massa
Persepsi masyarakat dapat dibentuk oleh media massa. Media massa dapat membentuk pendapat umum dengan cara pemberitaan yang sensasional dan berkesinambungan.

B. Mengelola Opini untuk Menggerakkan Massa
“Mengelola Opini untuk Menggerakkan Massa”menurut saya skill penting yang mesti dimiliki setiap orang sebagai sebuah keterampilan memimpin. Generasi muda sebagai mandataris perubahan dimasa depan mesti cakap dalam mengorganisir ide perubahan sebelum dilempar kepada masyarakat. Untuk itu mahasiswa berpotensi menjadi opinion maker dalam menyuarakan perubahan.
Dalam kehidupan sehari-hari, kerap kali kita terlibat dalam penggalangan dukungan untuk mencapai tujuan. Mulai dari hal yang sederhana sampai masalah yang lebih besar dan strategis. Misalnya, dengan alasan agar cepat sampai sekolah kita berusaha meyakinkan orang tua agar mau dibelikan sepeda. Mulai dari untung dan ruginya memiliki sepeda – coba kita utarakan kepada orang tua kita.
Nah, segala usaha dan upaya meyakinkan kedua orang tua itu bisa dikatakan gerakan mengelola opini anggota keluarga agar tujuan untuk memiliki sepeda terpenuhi. Jadi menurut saya, pengertian pengelolaan opini bukan sebatas membuat opini lalu dikirim kemedia massa. Tapi penggalangan massa demi tujuan tertentu. Sedangkan cara dan bentuknya bisa bermacam-macam.
Pengelolaan opini sebagai sebuah gerakan setidaknya ada tiga agenda yang mesti kita kerjakan terlebih dahulu. Ketiga agenda itu bisa dijadikan acuan tergantung tingkat kesulitan gerakan yang dibangun.
Pertama tentukan tujuan gerakan. Sebelum melontarkan ide atau opini kepada publik secara luas terlebih dahulu tujuan gerakan harus ditetapkan secara tepat. Disini missi gerakan harus menjadi ‘panglima’ yang akan menjadi menunjuk arah. Namun pengalaman selama ini kenapa gerakan massa ‘layu’ ditengah jalan –persoalannya penggerak opini terbuai dengan imbalan-imbalan pragmatis yang ditemui ditengah jalan. Akibatnya ia lupa akan tujuan gerakan.
Kedua, pegang data dan fakta. Bagi seorang organizer, data adalah senjata yang paling ampuh. Dengan data dan fakta yang lengkap serta akurat kelompok target gerakan akan sulit membantah kebenaran yang kita sampaikan. Apa lagi itu bentuknya penyelewengan atau manipulasi. Ini lah yang banyak dilakukan oleh banyak aktivis dalam menjalankan programnya.
Ketiga, gali masalahnya. Berbekal data yang akurat dengan sedikit analisa saja kita sudah mengetahui pangkal masalahnya, kemudian dampaknya seperti apa. Bisa menimpa siapa saja dan lain seterusnya. Kalau sudah akar masalah dan dampaknya tergali baru tawarkan solusi penyelesaian dari problem sosial yang terjadi. Analisa yang cerdas, akan menghasilkan jawaban yang cerdas pula.
Ketiga agenda diatas adalah langkah minimal, jika masalah lebih luas dan komplek dibutuhkan strategi- strategi lain yang bisa ditemukan dilapangan. Karena sering kali fakta dilapangan berbicara lain dengan apa yang dipikir ketika dibelakang meja. Di sinilah kemudian beberapa aktivis gerakan memulai gerakan dengan terlebih dahulu memetakan lapangan lengkap dengan kekuatan yang didaerah tersebut.
Dalam mengelola opini menjadi sebuah gerakan, kita bisa belajar dari kesuksesan aktivis gerakan dalam mewacanakan Aktivis Busuk (2004), pelanggaran HAM, gerakan anti korupsi dan sebagainya. Kita bisa lihat, berbagai wacana yang disampaikan itu ternyata selalu disuarakan ketika momentum datang. Selain bekerja dengan rencana, mereka juga tidak pernah melewatkan momentum dalam menyuarakan perubahan. Hasilnya mereka terlatih membaca momentum.
Yang tidak kalah penting ketika mengelola opini menjadi gerakan adalah berkongsi dengan media massa. Demi misi gerakan, ‘konspirasi’ dengan media perlu dibangun.Bukankah media membutuhkan berita yang berasal dari masyarakat. Jika yang disampaikan itu benar dan menyangkut kepentingan publik luas maka tidak ada alasan bagi media untuk memberitakan apa yang ingin kita suarakan.
Pada dasarnya semua media membutuhkan orang yang peduli dengan masyarakat. Media juga bisa membedakan mana gerakan pura-pura alias bohong. Lalu untuk membangun ‘konspirasi’ dengan media, bisa dengan mengadakan jumpa pers, seminar, lokakarya, demonstrasi atau menulis opini dan artikel dimedia massa. Cara –cara ini malah sangat efektif mengundang media agar mau memberitakan gerakan yang kita bangun.
Selanjutnya tokoh masyarakat juga perlu dirangkul. Karena bagaimanapun realitas masyarakat di Indonesia masih sangat mempercayai dan bergantung kepada tokoh. Selain akan menjadi penggerak utama, mereka bisa dimanfaatkan sebagai ‘bemper’ jika gerakan mendapatkan pertentangan dari penguasa atau kelompok tertentu yang merasa terusik. Dengan pengaruh yang dia miliki tentunya kelompok penentang akan berpikir sekian kali jika ingin mengganggu.
Terkait dengan apa yang kita bicarakan hari ini, Bill Drayton, pendiri organisasi Ashoka AS dalam bukunya Mengubah Dunia, Kewirausahaan Sosial dan Kekuatan Gagasan Baru yang ditulis oleh David Bornsten mengatakan orang cerdas adalah orang yang tidak puas memberi ikan atau puas mengajari cara memancing. Orang cerdas adalah orang yang terus berjuang tanpa mengenal lelah melakukan perubahan sistemik mengubah sistem industri perikanan demi terciptanya keadilan dan kemakmuran.
Saya pikir itulah tujuan kita belajar mengelola opini menjadi gerakan aksi bersama.

3 komentar: